NAMA:
Cepy Wildan Anwar
NIM:
1133070039
KELAS:
MKS II A
1.
Jelaskan
hal-hal sebagai berikut:
A.
Konsep
Kewarganegaraan dalam Perspektif Sosial Budaya dan Konstitusi
Menurut Asep Sahid Gatara dan
Subhan Sofhian(2012:41) Kewarganegaraan berasal dari kata warga negara, yang
berarti penduduk sebuah negara atau bangsa berdasarkan keturunan, tempat lahir
dan sebagainya yang mempunyai kewajiban dan hak penuh sebagai seorang warga
dari Negara itu.
Menurut Ramdani Wahyu(2007:161)
Kewarganegaraan berasal dari kata warga negara, yang berarti orang-orang yang
mengakui pemerintahan negara sebagai pemerintahannya. Pada mulanya, konsep
kewarganegaraan berawal dari hamba atau kawula Negara. Mereka dahulunya adalah
hamba raja.
Menurut Dede Rosyada dkk(2005:55) Kewarganegaraan
ialah keanggotaan suatu bangsa tertentu yakni sejumlah manusia yang terikat
dengan yang lainnya karena kesatuan bahasa kehidupan sosial-budaya serta
kesadaran nasionalnya.
Menurut Abdul Hamid Dkk(2012:217)
kewarganegaraan dalam UUD RI Tahun 1945 dalam pasal 26, menyatakan bahwa yang
menjadi warga Negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang
bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga Negara. Dalam
pasal 27 menyatakan bahwa kewarganegaraan adalah segala warga Negara bersamaan
dengan kedudukannya di dalam hokum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hokum
dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualiannya.
Dari beberapa redaksi diatas maka
penulis dapat menyimpulkan bahwa konsep kewarganegaraan dalam perspektif sosial
budaya adalah orang-orang yang berada di sebuah Negara atau bangsa yang terkait
dengan yang lainnya karena kesatuan bahasa kehidupan sosial budaya yang dalam
kehidupan sehari-hari nya tanpa perbedaan dalam memperoleh hak dari Negara.
Sedangkan dalam perspektif konstitusi bahwa kewarganegaraan adalah penduduk
suatu Negara yang berdasarkan pada keturunan, tempat lahir dan sebagainya yang
mengakui pemerintahan sebagai pemerintahannya dan yang mempunyai hak dan
kewajiban serta wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan. Dan dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat tidak dibeda-bedakan ras, status, agama,
kebudayaan dan lain-lain semuanya memperoleh hak yang sama.
B. Konsep Multikulturalisme
dalam masyarakat
Menurut
Janu Murdiyatmoko(2008:49) Multikulturalisme berasal dari dua kata; multi
(banyak/beragam) dan kultural (budaya atau kebudayaan), yang secara etimologi
berarti keberagaman budaya. Multikulturalisme adalah ideologi yang menginginkan
adanya persatuan dari berbagai kelompok kebudayaan dengan hak dan status sosial
yang sama dalam masyarakat dan juga untuk menggambarkan kesatuan berbagai
etnis masyarakat yang berbeda dalam suatu negara. Multikulturalisme adalah
kebudayaan, yaitu kebudayaan yang dilihat dari fungsinya sebagai pedoman bagi
kehidupan manusia. Dalam konteks pembangunan bangsa, istilah multikultural ini
telah membentuk suatu ideologi yang disebut multikulturalisme. Konsep multikulturalisme
tidak seperti keanekaragaman secara suku bangsa atau kebudayaan suku bangsa
yang menjadi ciri masyarakat majemuk, karena multikulturalisme menekankan
keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan. Multikulturalisme mempunyai
peran yang besar dalam pembangunan bangsa.
Menurut Dony Kurniawan(2009:35)
Multikulturalisme merupakan suatu kebijakan publik yang mendorong seluruh
kelompok budaya dalam masyarakat untuk bersedia menerima dan berinteraksi
dengan kelompok lain secara sederajat, tanpa mempedulikan perbedaan budaya,
etnis, ras, gender, bahasa, agama dan lain sebagainya sehingga
multikulturalisme tidak hanya sekedar keanekaragaman budaya dalam masyarakat
multicultural, namun multicultural merupakan masyarakat multikultural yang memiliki
kebijakan publik
yang mendorong pada terciptanya kesederajatan dalam keanekaragaman tersebut.
Bahwa pada dasarnya setiap kelompok atau golongan sosial baik itu ras, etnis,
sukubangsa dan agama memiliki ukuran-ukuran sendiri tentang suatu hal.
Menurut Multikulturalisme adalah
ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan, baik
secara individu maupun kebudayaan.
kehidupan yang menghormati perbedaan, dan memandang setiap orang
memiliki derajat yang sama. Multikulturalisme bertujuan untuk meningkatkan
derajat manusia, ada berbagai konsep tentang multikulturalisme antara lain
adalah demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan
dalam perbedaan yang sederajat, suku bangsa, kebudayaan suku bangsa, keyakinan
keagamaan dan HAM. Dengan adanya multikulturalisme, akan tercipta masyarakat
yang multikultural karena multikulturalisme sebagai sebuah ideologi akan
mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual
maupun secara kebudayaan.
Berdasarkan beberapa bahwa konsep
Multikulturalisme dalam masyarakat adalah ideologi yang menginginkan adanya
persatuan dari berbagai kelompok kebudayaan dengan hak dan status sosial yang
sama dalam masyarakat, yang digunakan sebagai pedoman hidup masyarakat dengan
bersedia menerima dan berinteraksi dengan kelompok lain secara sederajat, tanpa
mempedulikan perbedaan budaya, etnis, ras, gender, bahasa, agama dan lain
sebagainya sehingga multikulturalisme tidak hanya sekedar keanekaragaman budaya
dalam masyarakat tetapi juga menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam
kesederajatan, karena tujuan multikulturalisme adalah untuk meningkatkan
derajat manusia, maka konsep nya antara lain, demokrasi, keadilan dan hukum, peradilan,
nilai-nilai budaya, etos, kebersamaan, keyakinan agama dan HAM. Dengan adanya
Multikulturalisme maka akan tercipta masyarakat yang multikultural yang mengakui
dan mengagungkan kesederajatan dalam masyarakat.
C.
Konsep
Hak Asasi Manusia
Menurut
Asep Sahid Gatara dan Subhan Sofhian(2012:140) Konsep dasar HAM adalah Hak,
dalam konteks ini hak adalah sesuatu yang harus diperoleh. HAM adalah setiap
hak yang dimiliki manusia karena kelahirannya, bukan karena diberikan oleh
masyarakat atau warga negara. Hak Asasi Manusia tidak dapat dihilangkan atau
dinyatakan tidak berlaku oleh suatu negara. Hak Asasi Manusia antara lain: hak
hidup, kebebasan, milik pribadi, keamanan, Beragama dan mencapai kebahagiaan.
Menurut Kaelan(2004:218) Hak Asasi Manusia sebagai
gagasan, paradigma serta kerangka konseptual tidak lahir mendadak sebegaimana
kita lihat dalam “Universal Declaration of Human Right” 10 desember 1948. Dari
perspektif sejarah deklarasi yang ditandatangani oleh Majelis Umum PBB tersebet
dihayati sebagai suatu pengakuan yuridis formal dan merupakan titik khususnya
yang tergabung dalam PBB. Dalam akar kebudayaan indonesiapun pengakuan serta
penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia mulai berkembang. Contohnya di Jawa
dikenal dengan “Hak Pepe” yaitu hak warga negara yang diakui dan yang dihormati
oleh penguasa, seperti hak untuk mengemukakan pendapat meskipun bertentangan
dengan penguasa.
Rozali Abdullah(2004:156) Hak Asasi Manusia adalah
hak dasar seluruh umat manusia tanpa ada perbedaan, mengingat hak dasar adalah
anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Setiap Manusia diakui dan dihormati karena
mempunyai hak asasi yang sama tanpa membedakan jenis kelamin, warna kulit,
agama, usia, kebangsaan, pandangan politik, status sosial dan bahasa. Bangsa
Indonesia menyadari bahwa hak asasi manusia bersifat historis dan dinamis yang
pelaksanaannya berkembang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Menurut Abdul Hamid Dkk(2012:411) Hak Asasi Manusia
merupakan hak yang bersifat kodrati yang merupakan rahmat Tuhan bagi seluruh
manusia. Hak Asasi manusia yang paling fundamental ada dua macam, yaitu hak
kebersamaan dan hak kebebasan. Oleh karena itu, semua bentuk pandangan,
pemikiran, aliran, agama, dan lainnya yang mempersoalkan perbedaan etnis,
kebudayaan, ras, agama, dinyatakan melanggar hak asasi manusia.
Menurut Azyumardi Azra(2005:200) Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak
yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan bersifat fundamental
sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi oleh
setip individu, masyarakat, atau Negara.
Dari beberapa pengertian diatas, maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa Konsep Hak Asasi Manusia adalah ide, gagasan, paradigma
serta kerangka konseptual yang menyatakan bahwa setiap hak yang dimiliki
manusia karena kelahirannya, bukan karena diberikan oleh masyarakat atau warga Negara
dan hak dasar seluruh umat manusia tanpa ada perbedaan, mengingat hak dasar
adalah anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Hak Asasi Manusia tidak dapat
dihilangkan atau dinyatakan tidak berlaku oleh suatu negara. Hak Asasi Manusia
antara lain: hak hidup, kebebasan, milik pribadi, keamanan, Bergama dan
mencapai kebahagiaan.
2.
Bagaimana
pendapat saudara tentang hal-hal sebagai berikut:
A.
Dinamika
Kehidupan Sosial yang dibatasi menurut Undang-Undang
Menurut Sukarna(1990:89) Dalam kehidupan masyarakat
nilai dan norma sosial memiliki peranan yang penting karena berfungsi sebaga
pengatur tingkah laku anggota masyarakat dalam kehidupan setiap hari. Kalau
nilai sebagai sesuatu yang berharga, yang pantas dan penting oleh masyarakat,
maka siapa pun pasti menginginkannya. Karena itu, untuk mewujudkan apa yang
dinginkan itu ditindaklanjuti oleh suatu tindakan/perbuatan/usaha.
Menurut Dony Kurniawan(2009:80) Proses sosial
merupakan aspek dinamis dari kehidupan masyarakat. Dimana di dalamnya terdapat
suatu proses hubungan antara manusia dengan yang lainnya. Proses hubungan
tersebut berupa antar aksi sosial yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari
secara terus menerus. Antar aksi (interaksi) sosial, dimaksudkan sebagai
pengaruh timbal balik antara dua belah pihak, yaitu antara individu satu dengan
individu atau kelompok lainnya dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Proses
sosial pada dasarnya merupakan siklus perkembangan dari struktur sosial yang
merupakan aspek dinamis dalam kehidupan masyarakat.
Perkembangan inilah yang merupakan dinamika yang
tumbuh dari pola-pola perilaku manusia yang berbeda menurut situasi dan
kepentingannya masing-masing, yang diwujudkan dalam proses hubungan sosial.
Hubungan-hubungan sosial itu pada awalnya merupakan proses penyesuaian
nilai-nilai sosial dalam kehidupan masyarakat. Kemudian meningkat menjadi
semacam pergaulan yang tidak hanya sekedar pertemuan secara fisik, melainkan merupakan
pergaulan yang ditandai adanya saling mengerti tentang maksud dan tujuan
masing-masing pihak dalam hubungan tersebut. Misalnya saling berbicara
(komunikasi), bekerja sama dalam memecahkan suatu masalah, atau mungkin
pertemuan dalam suatu pertikaian dan lain sebagainya.
Menurut Abdul Hamid Dkk(2012:218) dalam UUD 1945
pasal 28E menjelaskan tentang kebebasan dalam agama namun dibatasi oleh Negara
karena Negara hanya mengakui enam Agama, dan setiap orang berhak atas kebebasan
berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Dalam pasal 28F menyatakan
bahwa setiap orang berhak untukberkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Dalam pasal 28H ayat 4
menyatakan bahwa setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan milik
tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.
Dari beberapa redaksi di atas maka penulis dapat
memberikan pendapat bahwa dinamika kehidupan sosial yang dibatasi menurut
Undang-Undang adalah adanya batasan tentang cara hidup yang ditempuh oleh
seseorang dalam menjalani kehidupan sosial nya, seperti hak milik pribadi, itu
dibatasi oleh Undang-Undang agar dalam kepemilikannya tidak dapat diambil alih
oleh orang lain secara sewenang-wenang.
B.
Gerakan
Politik menuju kesadaran sosial dalam tinjauan kemasyarakatan dan demokrasi
Menurut
Sukarna(1990:50) didalam badan perwakilan politik mempunyai kebebasan
sepenuhnya untuk menentukan sistem yang paling baik yang sesuai dengan aspirasi
bangsa Indonesia, apabila sistem distrik kurang berkenan untuk diterima
disebabkan masih terdapat kelemahannya pula. Agar gerakan politik menuju kesadaran
sosial dapat terwujud maka harus adanya ideologi yang sama daripada setiap
organisasi politik, adanya stabilitas politik sehingga di dalam Negara tersebut
tidak ada persaingan politik yang mengarah kepada destruktivisme ataupun
pertentangan-pertentangan politik yang dapat menimbulkan
pertentangan-pertentangan politik, adanya ketertiban di dalam Negara, adanya
stabilitas ekonomi, serta pemerataan pendapatan bagi seluruh warga Negara,
adanya stabilitas sosial yang terwujud karena adanya kesadaran masyarakat.
Menurut
Kaelan(2004:150) Dalam sistem politik dan budaya demokrasi, sangat dimungkinkan
adanya perbedaan pendapat, persaingan, pertentangan di antara individu/kelompok
atau individu dengan kelompok dan atau pemerintah. Hanya saja bagaimana upaya
untuk menciptakan titik temu (sinkronisasi) antara konflik dengan konsensus,
dan bagaimana pula agar konflik yang terjadi tidak merusak sistem. Untuk itulah
sikap tanggap dari pemerintah sangat diperlukan dengan menyedeiakan mekanisme
dan prosedur yang mampu menyelesaikan konflik guna mencapai konsensus
(kesepakatan) dan yang perlu dipahami bahwa sistem politik atau budaya
demokrasi akan mengatur bagaimana masyarakat melaksanakan tuntutan dan
dukungannya ke dalam sistem politik. Walaupun kondisi-kondisi berupa hak,
kesempatan dan kebebasan harus dipenuhi, tidak berarti bersikap dan bertingkah
laku semaunya dalam suasana keterbukaan atau kebebasan politik yang praktis
atau relatif tak terbatas dan tak terkendali, karena akan mengarah pada sistem
politik anarki.
Menurut
Sukarna(1990:50) Pembangunan partisipasi masyarakat di dalam politik, sosial
ekonomi dan budaya merupakan suatu keharusan di dalam Negara demokrasi.
Pembangunan politik, sosial dan budaya daripada suatu Negara tidak pernah lepas
daripada filsafat kehidupan bangsa itu dan tidak pernah meninggalkan dasar
Negara serta Undang-undang dan UUD yang berlaku di Negara itu. Sebagai UUD
revolusi yang mengantarkan bangsa Indonesia kepada suatu bangsa yang merdeka dan bebas daripada penjajahan belanda
pada waktu itu. Tanpa ada ikatan yang kuat terhadap ideology Negara dan UUD
1945 maka partisipasi masyarakat dalam bidang politik dapat mengubah terhadap
konstitudi 45. Hal ini sudah barang tentu bagi generasi yang akan dating sudah
tidak tahu lagi terhadap sejarah dan jiwa serta karakter yang terkandung dalam
pancasil dan UUD 1945.
Berdasarkan
beberapa redaksi diatas, maka penulis dapat memberikan pendapat bahwa Gerakan Politik menuju kesadaran
sosial dalam tinjauan kemasyarakatan dan demokrasi, sebagai sebuah gerakan
politik untuk menciptakan kesadaran sosial, agar hal itu tersebut maka
diperlukanlah sebuah ideologi yang sama dengan setiap gerakan politik yang ada,
dalam kegiatan politik seringkali terjadi perbedaan pendapat dan pertentangan. Hanya
saja bagaimana upaya untuk menciptakan titik temu (sinkronisasi) antara konflik
dengan konsensus, dan bagaimana pula agar konflik yang terjadi tidak merusak
sistem. Dalam tinjauan demokrasi Pembangunan politik, sosial dan budaya
daripada suatu Negara tidak pernah lepas daripada filsafat kehidupan bangsa itu
dan tidak pernah meninggalkan dasar Negara serta Undang-undang dan UUD yang
berlaku di Negara itu. Sebagai UUD revolusi yang mengantarkan bangsa Indonesia
kepada suatu bangsa yang merdeka dan
bebas daripada penjajahan belanda pada waktu itu.
C.
Loyalitas
bangsa terhadap Nation building dan pembangunan karakter masyarakat
Menurut
Abdul Hamid Dkk(2012:407) nation and character building sebagai cita-cita
membentuk kebudayaan nasional, belum dilandasi oleh strategi budaya yang nyata.
Padahal ini merupakan konsekuensi dicetuskannya proklamasi kemerdekaan dan
diterimanya pancasila sebagai dasar negara dan UUD 1945 sebagai hukum dasar
negara. Kesadaran nasional dipupuk dengan menanamkan gagasan nasionalisme dan
patriotisme. Kesadaran nasional menjadi dasar keyakinan perlunya memelihara dan
mengembangkan harga diri bangsa, harka, dan martabat bangsa sebagai perjuangan
mencapai peradaban, sebagai upaya melepaskan bangsa dari subordinasi terhadap
bangsa asing atau kekuatan asing. Untuk membentuk kebudayaan nasional di
Indonesia, ada beberapa titik tolak utama sebagai awal yang strategis, yaitu
rakyat Indonesia yang pluralistik yang merupakan kenyataan yang harus dilihat
sebagai aset nasional bukan sebagai beban atau resiko. Tanah air Indonesia
sebagai aset Indonesia yang terbentang dari sabang sampai merauke dan dari
miangas sampai rote merupakan tempat bersemahyamnya kebhinekaan. Diperlukan
pola piker yang dilandasi oleh prinsip mutualisme, kerja sama sinergis saling
menghargai dan memiliki. Membangun kebudayaan nasional Indonesia harus mengarah
pada suatu strategi kebudayaan untuk dapat menjawab pertanyaan. Yang kita
hadapi adalah krisis budaya, tanpa ditegakannya upaya membentuk identitas
nasional dan kesadaran nasional, bangsa ini akan mengahadapi kehancuran.
Menurut
Kaelan(2004:350) Nation and character building merupakan pembangunan karakter
dan bangsa. Nation atau bangsa ialah suatu solidaritas besar, yang terbentuk
karena adanya kesadaran akan pentingnya berkorban dan hidup bersama-sama di
tengah perbedaan, dan mereka dipersatukan oleh adanya visi bersama. Sedangkan
arti karakter itu sendiri berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi
‘positif’, bukan netral. Jadi, ‘orang berkarakter’ adalah orang punya kualitas
moral (tertentu) yang positif. Dengan demikian, pembangunan karakter, secara
implisit mengandung arti membangun sifat atau pola perilaku yang didasari atau
berkaitan dengan dimensi moral yang positif atau yang baik, bukan yang negatif
atau yang buruk, khususnya disini bangsa yakni dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Dalam
menjawab tantangan yang begitu besar terhadap bangsa Indonesia terkait dengan
bagaimana persatuan dan kesatuan, nasionalisme kebangsaan serta loyalitas
terhadap bangsa dan negara dapat diwujudkan, adalah dengan kembali kepada
nilai-nilai pancasila melalui proses internalisasi yang komprehensif dan
menghindarkan bentuk-bentuk formalitas yang hanya akan berujung pada proses
indoktrinasi yang negatif dan tidak efektif di masa saat ini. Pendidikan
merupakan jawaban yang paling rasional saat ini didalam menumbuhkembangkan
nilai-nilai pancasila. Konsep pendidikan yang bertujuan pada proses
internalisasi nilai-nilai pancasila bukanlah yang berbentuk formalitas belaka
seperti upacara bendera dengan pengucapan pancasila ataupun sekedar menempatkan
mata pelajaran atau mata kuliah Pancasila. Nilai-nilai pancasila itu harus di
masukkan didalam dunia pendidikan kita dalam rangka pembangunan karakter bangsa
(nation character building), dan kesemua itu harus diselaraskan antara sekolah,
keluarga dan lingkungan masyarakat melalui peran aktif pemerintah dalam bentuk
regulasi serta penguatan civil society yang memiliki agenda serta tujuan yang
sama dalam rangka proses internalisasi pancasila tersebut di dalam masyrakat.
Nation
building, sebagai proses perubahan multidimensional yang bersifat etnosentris
merupakan sebuah pemaknaan stabilisasi menuju demokratisasi, yang di dalamnya
memungkinkan hadirnya kekuatan-kekuatan politik di luar kekuasaan negara, yakni
“civil society”. Disini tentu saja mengedepankan tuntutan atas relasi-relasi
diantaranya hubungan Negara dengan masyarakatnya, terutama tentang bentuk
partisipasi politik masyarakat.
Pembentukan
karakter bangsa harus dimulai dari individu anggota-anggota masyarakat bangsa,
karena masyarakat adalah kumpulan individu yang hidup di satu tempat dengan
nilai-nilai yang merekat mereka. Masyarakat adalah kelompok sekian banyak
individu yang terbentuk berdasar tujuan yang hendak mereka capai. Ini karena
setiap individu lahir dalam kondisi hampa budaya, lalu masyarakatnya yang membentuk
budaya dan nilai-nilainya, yang lahir dari pilihan dan kesepakatan mereka.
Dari
beberapa redaksi diatas, maka penulis dapat memberikan pendapat bahwa loyalitas
bangsa terhadap nation building dan pembentukan karakter masyarakat, bahwa
masyarakat kurang loyal dalam nation building dan pembangunan karakter sebab cita-cita
untuk membentuk kebudayaan nasional belumlah dapat dijalankan secara maksimal,
seperti kurangnya kerjasama yang saling sinergis dalam menghargai dan memiliki,
sering adanya pola pikir yang tidak sehat dalam menumbuhkan eksklusivisme,
kurangnya kesadaran akan pentingnya berkorban dan hidup bersama-sama di tengah
perbedaan, dan mereka dipersatukan oleh adanya visi bersama, pemebntukan
karakter harusnya di mulai dari masyarakat tetapi karena para pemimpin tidak
memberikan contoh yang baik kepada generasi selanjutnya dan masyarakat sehingga
yang terjadi adalah penurunan moral.
DAFTAR
PUSTAKA
Adullah, Rozali, dkk.
2004. Perkembangan HAM dan keberadaan Peradilan HAM di Indonesia. Bogor. Ghalia
Indonesia.
Gatara, Asep Sahid dan
Subhan Sofhian. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung. Fokusmedia.
Hamid, Abdul, dkk.
2012. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Bandung. Pustaka Setia.
Kaelan. 2004.
Pendidikan Pancasila. Yogyakarta. PARADIGMA Yogyakarta.
Kurniawan, Dony. 2009.
Sosiologi. Solo. CV Haka MJ.
Mardiyatmoko, Janu.
2008. Sosiologi. Bandung. Grafindo Media Pratama.
Rosyada, Dede. Dkk. 2005. Pendidikan
kewarganegaraan. Bandung. Pustaka Media.
Sukarna. 1990.
Pembangunan Politik. Bandung. Mandar Maju.
Wahyu Ramdani. 2007.
Ilmu Sosial Dasar. Bandung. Pustaka Setia.
No comments:
Post a Comment