bintang

Saturday 15 November 2014

UAS PKN MKS

NAMA: Cepy Wildan Anwar
NIM: 1133070039
KELAS: MKS II A

1.      Jelaskan hal-hal sebagai berikut:                                                                       
A.    Konsep Kewarganegaraan dalam Perspektif Sosial Budaya dan Konstitusi
Menurut Asep Sahid Gatara dan Subhan Sofhian(2012:41) Kewarganegaraan berasal dari kata warga negara, yang berarti penduduk sebuah negara atau bangsa berdasarkan keturunan, tempat lahir dan sebagainya yang mempunyai kewajiban dan hak penuh sebagai seorang warga dari Negara itu.
Menurut Ramdani Wahyu(2007:161) Kewarganegaraan berasal dari kata warga negara, yang berarti orang-orang yang mengakui pemerintahan negara sebagai pemerintahannya. Pada mulanya, konsep kewarganegaraan berawal dari hamba atau kawula Negara. Mereka dahulunya adalah hamba raja.
Menurut Dede Rosyada dkk(2005:55) Kewarganegaraan ialah keanggotaan suatu bangsa tertentu yakni sejumlah manusia yang terikat dengan yang lainnya karena kesatuan bahasa kehidupan sosial-budaya serta kesadaran nasionalnya.
Menurut Abdul Hamid Dkk(2012:217) kewarganegaraan dalam UUD RI Tahun 1945 dalam pasal 26, menyatakan bahwa yang menjadi warga Negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga Negara. Dalam pasal 27 menyatakan bahwa kewarganegaraan adalah segala warga Negara bersamaan dengan kedudukannya di dalam hokum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hokum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualiannya.
Dari beberapa redaksi diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa konsep kewarganegaraan dalam perspektif sosial budaya adalah orang-orang yang berada di sebuah Negara atau bangsa yang terkait dengan yang lainnya karena kesatuan bahasa kehidupan sosial budaya yang dalam kehidupan sehari-hari nya tanpa perbedaan dalam memperoleh hak dari Negara. Sedangkan dalam perspektif konstitusi bahwa kewarganegaraan adalah penduduk suatu Negara yang berdasarkan pada keturunan, tempat lahir dan sebagainya yang mengakui pemerintahan sebagai pemerintahannya dan yang mempunyai hak dan kewajiban serta wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan. Dan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat tidak dibeda-bedakan ras, status, agama, kebudayaan dan lain-lain semuanya memperoleh hak yang sama.

B.     Konsep Multikulturalisme dalam masyarakat
Menurut Janu Murdiyatmoko(2008:49) Multikulturalisme berasal dari dua kata; multi (banyak/beragam) dan kultural (budaya atau kebudayaan), yang secara etimologi berarti keberagaman budaya. Multikulturalisme adalah ideologi yang menginginkan adanya persatuan dari berbagai kelompok kebudayaan dengan hak dan status sosial yang sama dalam masyarakat  dan juga untuk menggambarkan kesatuan berbagai etnis masyarakat yang berbeda dalam suatu negara. Multikulturalisme adalah kebudayaan, yaitu kebudayaan yang dilihat dari fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan manusia. Dalam konteks pembangunan bangsa, istilah multikultural ini telah membentuk suatu ideologi yang disebut multikulturalisme. Konsep multikulturalisme tidak seperti keanekaragaman secara suku bangsa atau kebudayaan suku bangsa yang menjadi ciri masyarakat majemuk, karena multikulturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan. Multikulturalisme mempunyai peran yang besar dalam pembangunan bangsa.
Menurut Dony Kurniawan(2009:35) Multikulturalisme merupakan suatu kebijakan publik yang mendorong seluruh kelompok budaya dalam masyarakat untuk bersedia menerima dan berinteraksi dengan kelompok lain secara sederajat, tanpa mempedulikan perbedaan budaya, etnis, ras, gender, bahasa, agama dan lain sebagainya sehingga multikulturalisme tidak hanya sekedar keanekaragaman budaya dalam masyarakat multicultural, namun multicultural merupakan masyarakat multikultural yang memiliki kebijakan publik yang mendorong pada terciptanya kesederajatan dalam keanekaragaman tersebut. Bahwa pada dasarnya setiap kelompok atau golongan sosial baik itu ras, etnis, sukubangsa dan agama memiliki ukuran-ukuran sendiri tentang suatu hal.
Menurut Multikulturalisme adalah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan, baik secara individu maupun kebudayaan.  kehidupan yang menghormati perbedaan, dan memandang setiap orang memiliki derajat yang sama. Multikulturalisme bertujuan untuk meningkatkan derajat manusia, ada berbagai konsep tentang multikulturalisme antara lain adalah demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, suku bangsa, kebudayaan suku bangsa, keyakinan keagamaan dan HAM. Dengan adanya multikulturalisme, akan tercipta masyarakat yang multikultural karena multikulturalisme sebagai sebuah ideologi akan mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan.
Berdasarkan beberapa bahwa konsep Multikulturalisme dalam masyarakat adalah ideologi yang menginginkan adanya persatuan dari berbagai kelompok kebudayaan dengan hak dan status sosial yang sama dalam masyarakat, yang digunakan sebagai pedoman hidup masyarakat dengan bersedia menerima dan berinteraksi dengan kelompok lain secara sederajat, tanpa mempedulikan perbedaan budaya, etnis, ras, gender, bahasa, agama dan lain sebagainya sehingga multikulturalisme tidak hanya sekedar keanekaragaman budaya dalam masyarakat tetapi juga menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan, karena tujuan multikulturalisme adalah untuk meningkatkan derajat manusia, maka konsep nya antara lain, demokrasi, keadilan dan hukum, peradilan, nilai-nilai budaya, etos, kebersamaan, keyakinan agama dan HAM. Dengan adanya Multikulturalisme maka akan tercipta masyarakat yang multikultural yang mengakui dan mengagungkan kesederajatan dalam masyarakat.

C.     Konsep Hak Asasi Manusia
Menurut Asep Sahid Gatara dan Subhan Sofhian(2012:140) Konsep dasar HAM adalah Hak, dalam konteks ini hak adalah sesuatu yang harus diperoleh. HAM adalah setiap hak yang dimiliki manusia karena kelahirannya, bukan karena diberikan oleh masyarakat atau warga negara. Hak Asasi Manusia tidak dapat dihilangkan atau dinyatakan tidak berlaku oleh suatu negara. Hak Asasi Manusia antara lain: hak hidup, kebebasan, milik pribadi, keamanan, Beragama dan mencapai kebahagiaan.
Menurut Kaelan(2004:218) Hak Asasi Manusia sebagai gagasan, paradigma serta kerangka konseptual tidak lahir mendadak sebegaimana kita lihat dalam “Universal Declaration of Human Right” 10 desember 1948. Dari perspektif sejarah deklarasi yang ditandatangani oleh Majelis Umum PBB tersebet dihayati sebagai suatu pengakuan yuridis formal dan merupakan titik khususnya yang tergabung dalam PBB. Dalam akar kebudayaan indonesiapun pengakuan serta penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia mulai berkembang. Contohnya di Jawa dikenal dengan “Hak Pepe” yaitu hak warga negara yang diakui dan yang dihormati oleh penguasa, seperti hak untuk mengemukakan pendapat meskipun bertentangan dengan penguasa.
Rozali Abdullah(2004:156) Hak Asasi Manusia adalah hak dasar seluruh umat manusia tanpa ada perbedaan, mengingat hak dasar adalah anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Setiap Manusia diakui dan dihormati karena mempunyai hak asasi yang sama tanpa membedakan jenis kelamin, warna kulit, agama, usia, kebangsaan, pandangan politik, status sosial dan bahasa. Bangsa Indonesia menyadari bahwa hak asasi manusia bersifat historis dan dinamis yang pelaksanaannya berkembang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Menurut Abdul Hamid Dkk(2012:411) Hak Asasi Manusia merupakan hak yang bersifat kodrati yang merupakan rahmat Tuhan bagi seluruh manusia. Hak Asasi manusia yang paling fundamental ada dua macam, yaitu hak kebersamaan dan hak kebebasan. Oleh karena itu, semua bentuk pandangan, pemikiran, aliran, agama, dan lainnya yang mempersoalkan perbedaan etnis, kebudayaan, ras, agama, dinyatakan melanggar hak asasi manusia.
Menurut Azyumardi Azra(2005:200) Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan bersifat fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi oleh setip individu, masyarakat, atau Negara.
Dari beberapa pengertian diatas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa Konsep Hak Asasi Manusia adalah ide, gagasan, paradigma serta kerangka konseptual yang menyatakan bahwa setiap hak yang dimiliki manusia karena kelahirannya, bukan karena diberikan oleh masyarakat atau warga Negara dan hak dasar seluruh umat manusia tanpa ada perbedaan, mengingat hak dasar adalah anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Hak Asasi Manusia tidak dapat dihilangkan atau dinyatakan tidak berlaku oleh suatu negara. Hak Asasi Manusia antara lain: hak hidup, kebebasan, milik pribadi, keamanan, Bergama dan mencapai kebahagiaan.

2.      Bagaimana pendapat saudara tentang hal-hal sebagai berikut:
A.    Dinamika Kehidupan Sosial yang dibatasi menurut Undang-Undang
Menurut Sukarna(1990:89) Dalam kehidupan masyarakat nilai dan norma sosial memiliki peranan yang penting karena berfungsi sebaga pengatur tingkah laku anggota masyarakat dalam kehidupan setiap hari. Kalau nilai sebagai sesuatu yang berharga, yang pantas dan penting oleh masyarakat, maka siapa pun pasti menginginkannya. Karena itu, untuk mewujudkan apa yang dinginkan itu ditindaklanjuti oleh suatu tindakan/perbuatan/usaha.
Menurut Dony Kurniawan(2009:80) Proses sosial merupakan aspek dinamis dari kehidupan masyarakat. Dimana di dalamnya terdapat suatu proses hubungan antara manusia dengan yang lainnya. Proses hubungan tersebut berupa antar aksi sosial yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari secara terus menerus. Antar aksi (interaksi) sosial, dimaksudkan sebagai pengaruh timbal balik antara dua belah pihak, yaitu antara individu satu dengan individu atau kelompok lainnya dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Proses sosial pada dasarnya merupakan siklus perkembangan dari struktur sosial yang merupakan aspek dinamis dalam kehidupan masyarakat.
Perkembangan inilah yang merupakan dinamika yang tumbuh dari pola-pola perilaku manusia yang berbeda menurut situasi dan kepentingannya masing-masing, yang diwujudkan dalam proses hubungan sosial. Hubungan-hubungan sosial itu pada awalnya merupakan proses penyesuaian nilai-nilai sosial dalam kehidupan masyarakat. Kemudian meningkat menjadi semacam pergaulan yang tidak hanya sekedar pertemuan secara fisik, melainkan merupakan pergaulan yang ditandai adanya saling mengerti tentang maksud dan tujuan masing-masing pihak dalam hubungan tersebut. Misalnya saling berbicara (komunikasi), bekerja sama dalam memecahkan suatu masalah, atau mungkin pertemuan dalam suatu pertikaian dan lain sebagainya.
Menurut Abdul Hamid Dkk(2012:218) dalam UUD 1945 pasal 28E menjelaskan tentang kebebasan dalam agama namun dibatasi oleh Negara karena Negara hanya mengakui enam Agama, dan setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Dalam pasal 28F menyatakan bahwa setiap orang berhak untukberkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Dalam pasal 28H ayat 4 menyatakan bahwa setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.
Dari beberapa redaksi di atas maka penulis dapat memberikan pendapat bahwa dinamika kehidupan sosial yang dibatasi menurut Undang-Undang adalah adanya batasan tentang cara hidup yang ditempuh oleh seseorang dalam menjalani kehidupan sosial nya, seperti hak milik pribadi, itu dibatasi oleh Undang-Undang agar dalam kepemilikannya tidak dapat diambil alih oleh orang lain secara sewenang-wenang.

B.     Gerakan Politik menuju kesadaran sosial dalam tinjauan kemasyarakatan dan demokrasi
Menurut Sukarna(1990:50) didalam badan perwakilan politik mempunyai kebebasan sepenuhnya untuk menentukan sistem yang paling baik yang sesuai dengan aspirasi bangsa Indonesia, apabila sistem distrik kurang berkenan untuk diterima disebabkan masih terdapat kelemahannya pula. Agar gerakan politik menuju kesadaran sosial dapat terwujud maka harus adanya ideologi yang sama daripada setiap organisasi politik, adanya stabilitas politik sehingga di dalam Negara tersebut tidak ada persaingan politik yang mengarah kepada destruktivisme ataupun pertentangan-pertentangan politik yang dapat menimbulkan pertentangan-pertentangan politik, adanya ketertiban di dalam Negara, adanya stabilitas ekonomi, serta pemerataan pendapatan bagi seluruh warga Negara, adanya stabilitas sosial yang terwujud karena adanya kesadaran masyarakat.
Menurut Kaelan(2004:150) Dalam sistem politik dan budaya demokrasi, sangat dimungkinkan adanya perbedaan pendapat, persaingan, pertentangan di antara individu/kelompok atau individu dengan kelompok dan atau pemerintah. Hanya saja bagaimana upaya untuk menciptakan titik temu (sinkronisasi) antara konflik dengan konsensus, dan bagaimana pula agar konflik yang terjadi tidak merusak sistem. Untuk itulah sikap tanggap dari pemerintah sangat diperlukan dengan menyedeiakan mekanisme dan prosedur yang mampu menyelesaikan konflik guna mencapai konsensus (kesepakatan) dan yang perlu dipahami bahwa sistem politik atau budaya demokrasi akan mengatur bagaimana masyarakat melaksanakan tuntutan dan dukungannya ke dalam sistem politik. Walaupun kondisi-kondisi berupa hak, kesempatan dan kebebasan harus dipenuhi, tidak berarti bersikap dan bertingkah laku semaunya dalam suasana keterbukaan atau kebebasan politik yang praktis atau relatif tak terbatas dan tak terkendali, karena akan mengarah pada sistem politik anarki.
Menurut Sukarna(1990:50) Pembangunan partisipasi masyarakat di dalam politik, sosial ekonomi dan budaya merupakan suatu keharusan di dalam Negara demokrasi. Pembangunan politik, sosial dan budaya daripada suatu Negara tidak pernah lepas daripada filsafat kehidupan bangsa itu dan tidak pernah meninggalkan dasar Negara serta Undang-undang dan UUD yang berlaku di Negara itu. Sebagai UUD revolusi yang mengantarkan bangsa Indonesia kepada suatu bangsa yang  merdeka dan bebas daripada penjajahan belanda pada waktu itu. Tanpa ada ikatan yang kuat terhadap ideology Negara dan UUD 1945 maka partisipasi masyarakat dalam bidang politik dapat mengubah terhadap konstitudi 45. Hal ini sudah barang tentu bagi generasi yang akan dating sudah tidak tahu lagi terhadap sejarah dan jiwa serta karakter yang terkandung dalam pancasil dan UUD 1945.
Berdasarkan beberapa redaksi diatas, maka penulis dapat memberikan pendapat bahwa Gerakan Politik menuju kesadaran sosial dalam tinjauan kemasyarakatan dan demokrasi, sebagai sebuah gerakan politik untuk menciptakan kesadaran sosial, agar hal itu tersebut maka diperlukanlah sebuah ideologi yang sama dengan setiap gerakan politik yang ada, dalam kegiatan politik seringkali terjadi perbedaan pendapat dan pertentangan. Hanya saja bagaimana upaya untuk menciptakan titik temu (sinkronisasi) antara konflik dengan konsensus, dan bagaimana pula agar konflik yang terjadi tidak merusak sistem. Dalam tinjauan demokrasi Pembangunan politik, sosial dan budaya daripada suatu Negara tidak pernah lepas daripada filsafat kehidupan bangsa itu dan tidak pernah meninggalkan dasar Negara serta Undang-undang dan UUD yang berlaku di Negara itu. Sebagai UUD revolusi yang mengantarkan bangsa Indonesia kepada suatu bangsa yang  merdeka dan bebas daripada penjajahan belanda pada waktu itu.


C.    Loyalitas bangsa terhadap Nation building dan pembangunan karakter masyarakat
Menurut Abdul Hamid Dkk(2012:407) nation and character building sebagai cita-cita membentuk kebudayaan nasional, belum dilandasi oleh strategi budaya yang nyata. Padahal ini merupakan konsekuensi dicetuskannya proklamasi kemerdekaan dan diterimanya pancasila sebagai dasar negara dan UUD 1945 sebagai hukum dasar negara. Kesadaran nasional dipupuk dengan menanamkan gagasan nasionalisme dan patriotisme. Kesadaran nasional menjadi dasar keyakinan perlunya memelihara dan mengembangkan harga diri bangsa, harka, dan martabat bangsa sebagai perjuangan mencapai peradaban, sebagai upaya melepaskan bangsa dari subordinasi terhadap bangsa asing atau kekuatan asing. Untuk membentuk kebudayaan nasional di Indonesia, ada beberapa titik tolak utama sebagai awal yang strategis, yaitu rakyat Indonesia yang pluralistik yang merupakan kenyataan yang harus dilihat sebagai aset nasional bukan sebagai beban atau resiko. Tanah air Indonesia sebagai aset Indonesia yang terbentang dari sabang sampai merauke dan dari miangas sampai rote merupakan tempat bersemahyamnya kebhinekaan. Diperlukan pola piker yang dilandasi oleh prinsip mutualisme, kerja sama sinergis saling menghargai dan memiliki. Membangun kebudayaan nasional Indonesia harus mengarah pada suatu strategi kebudayaan untuk dapat menjawab pertanyaan. Yang kita hadapi adalah krisis budaya, tanpa ditegakannya upaya membentuk identitas nasional dan kesadaran nasional, bangsa ini akan mengahadapi kehancuran.
Menurut Kaelan(2004:350) Nation and character building merupakan pembangunan karakter dan bangsa. Nation atau bangsa ialah suatu solidaritas besar, yang terbentuk karena adanya kesadaran akan pentingnya berkorban dan hidup bersama-sama di tengah perbedaan, dan mereka dipersatukan oleh adanya visi bersama. Sedangkan arti karakter itu sendiri berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi ‘positif’, bukan netral. Jadi, ‘orang berkarakter’ adalah orang punya kualitas moral (tertentu) yang positif. Dengan demikian, pembangunan karakter, secara implisit mengandung arti membangun sifat atau pola perilaku yang didasari atau berkaitan dengan dimensi moral yang positif atau yang baik, bukan yang negatif atau yang buruk, khususnya disini bangsa yakni dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam menjawab tantangan yang begitu besar terhadap bangsa Indonesia terkait dengan bagaimana persatuan dan kesatuan, nasionalisme kebangsaan serta loyalitas terhadap bangsa dan negara dapat diwujudkan, adalah dengan kembali kepada nilai-nilai pancasila melalui proses internalisasi yang komprehensif dan menghindarkan bentuk-bentuk formalitas yang hanya akan berujung pada proses indoktrinasi yang negatif dan tidak efektif di masa saat ini. Pendidikan merupakan jawaban yang paling rasional saat ini didalam menumbuhkembangkan nilai-nilai pancasila. Konsep pendidikan yang bertujuan pada proses internalisasi nilai-nilai pancasila bukanlah yang berbentuk formalitas belaka seperti upacara bendera dengan pengucapan pancasila ataupun sekedar menempatkan mata pelajaran atau mata kuliah Pancasila. Nilai-nilai pancasila itu harus di masukkan didalam dunia pendidikan kita dalam rangka pembangunan karakter bangsa (nation character building), dan kesemua itu harus diselaraskan antara sekolah, keluarga dan lingkungan masyarakat melalui peran aktif pemerintah dalam bentuk regulasi serta penguatan civil society yang memiliki agenda serta tujuan yang sama dalam rangka proses internalisasi pancasila tersebut di dalam masyrakat.
Nation building, sebagai proses perubahan multidimensional yang bersifat etnosentris merupakan sebuah pemaknaan stabilisasi menuju demokratisasi, yang di dalamnya memungkinkan hadirnya kekuatan-kekuatan politik di luar kekuasaan negara, yakni “civil society”. Disini tentu saja mengedepankan tuntutan atas relasi-relasi diantaranya hubungan Negara dengan masyarakatnya, terutama tentang bentuk partisipasi politik masyarakat.
Pembentukan karakter bangsa harus dimulai dari individu anggota-anggota masyarakat bangsa, karena masyarakat adalah kumpulan individu yang hidup di satu tempat dengan nilai-nilai yang merekat mereka. Masyarakat adalah kelompok sekian banyak individu yang terbentuk berdasar tujuan yang hendak mereka capai. Ini karena setiap individu lahir dalam kondisi hampa budaya, lalu masyarakatnya yang membentuk budaya dan nilai-nilainya, yang lahir dari pilihan dan kesepakatan mereka.
Dari beberapa redaksi diatas, maka penulis dapat memberikan pendapat bahwa loyalitas bangsa terhadap nation building dan pembentukan karakter masyarakat, bahwa masyarakat kurang loyal dalam nation building dan pembangunan karakter sebab cita-cita untuk membentuk kebudayaan nasional belumlah dapat dijalankan secara maksimal, seperti kurangnya kerjasama yang saling sinergis dalam menghargai dan memiliki, sering adanya pola pikir yang tidak sehat dalam menumbuhkan eksklusivisme, kurangnya kesadaran akan pentingnya berkorban dan hidup bersama-sama di tengah perbedaan, dan mereka dipersatukan oleh adanya visi bersama, pemebntukan karakter harusnya di mulai dari masyarakat tetapi karena para pemimpin tidak memberikan contoh yang baik kepada generasi selanjutnya dan masyarakat sehingga yang terjadi adalah penurunan moral.













DAFTAR PUSTAKA

Adullah, Rozali, dkk. 2004. Perkembangan HAM dan keberadaan Peradilan HAM di Indonesia. Bogor. Ghalia Indonesia.
Gatara, Asep Sahid dan Subhan Sofhian. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung. Fokusmedia.
Hamid, Abdul, dkk. 2012. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Bandung. Pustaka Setia.
Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta. PARADIGMA Yogyakarta.
Kurniawan, Dony. 2009. Sosiologi. Solo. CV Haka MJ.
Mardiyatmoko, Janu. 2008. Sosiologi. Bandung. Grafindo Media Pratama.
Rosyada, Dede. Dkk. 2005. Pendidikan kewarganegaraan. Bandung. Pustaka Media.
Sukarna. 1990. Pembangunan Politik. Bandung. Mandar Maju.

Wahyu Ramdani. 2007. Ilmu Sosial Dasar. Bandung. Pustaka Setia.

No comments:

Post a Comment