BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Salah
satu kajian penting dalam Islam adalah persoalan etika bisnis.
Pengertian etika adalah acode or set of principles which people live (kaedah atau seperangkat prinsip yang mengatur
hidup manusia.
Etika
adalah bagian dari filsafat yang membahas secara rasional dan kritis tentang
nilai, norma atau moralitas. Dengan demikian, moral berbeda dengan etika. Norma
adalah suatu pranata dan nilai mengenai baik dan buruk, sedangkan etika adalah
refleksi kritis dan penjelasan rasional mengapa sesuatu itu baik dan buruk.
Menipu orang lain adalah buruk. Ini berada pada tataran moral, sedangkan kajian
kritis dan rasional mengapa menipu itu buruk apa alasan pikirannya, merupakan
lapangan etika.
Pada
dasarnya etika (nilai-nilai dasar) dalam bisnis berfungsi untuk menolong
pebisnis (dalam hal ini pedagang) untuk memecahkan problem-problem (moral)
dalam praktek bisnis merek.
Di
Indonesia, pengabaian etika bisnis sudah banyak terjadi khususunya oleh para
konglomerat. Para pengusaha dan ekonom yang kental kapitalisnya, mempertanyakan
apakah tepat mempersoalkan etika dalam wacana ilmu ekonomi?. Munculnya penolakan
terhadap etika bisnis, dilatari oleh sebuah paradigma klasik, bahwa ilmu
ekonomi harus bebas nilai (value free). Etika bisnis
hanyalah mempersempit ruang gerak keuntungan ekonomis. Padahal, prinsip
ekonomi, menurut mereka, adalah mencari keuntungan yang sebesar-besarnya.
ekonomi
telah menyadari makin tipisnya kesadaran moral dalam kehidupan ekonomi dan
bisnis modern.
Contoh kecil
kesadaran itu terlihat pada sikap para pakar ekonomi kapitalis Barat yang telah
merasakan implikasi keburukan strategi spekulasi yang amat riskan mengusulkan
untuk membuat kebijakan dalam memerangi spekulasi.
Prof. Lerner dalam buku “Economics
of Control”, mengemukakan bahwa “kejahatan spekulasi yang
agressif, paling baik bila dicegah dengan kontra spekulasi.
Mereka tampaknya belum berhasil menyelesaikan krisis tersebut, meskipun mereka
menanganinya dengan serius”.
Mungkin
karena itulah Prof. Taussiq berusaha memecahkan masalah ini dengan memperbaiki
moral rakyat. Ia dengan lantang berkomentar, “Obat paling mujarab, bagi
kerusakan dunia bisnis adalah norma moral yang baik untuk semua industri”.
Pandangan-pandangan
di atas menunjukkan, bahwa di Barat telah muncul kesadaran baru tentang
pentingnya dimensi etika memasuki lapangan bisnis.
1.2
Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat di rumuskan beberapa
masalah sebagai berikut:
- Apa Tujuan Etika Bisnis dalam
Ekonomi Islam?
- Bagaimana Tingkat Aplikasi Etika
Bisnis dalam Ekonomi Islam?
- Bagaimana Etika dalam Fungsi
Pemasaran?
- Bagaimana Konsep Etika dalam
Pemasaran?
- Bagaimana Etika Produksi?
- Bagaimana Pengertian Produksi?
- Bagaimana Etika Islam dalam
Produksi?
- Bagaimana Nilai dan Moral
Produksi?
- Bagaimana Faktor Produksi?
- Bagaimana Tujuan Produksi?
1.3 Tujuan
- Untuk Mengetahui Tujuan Etika
Bisnis dalam Ekonomi Islam.
- Untuk Mengetahui Tingkat
Aplikasi Etika Bisnis dalam Ekonomi Islam.
- Untuk Mengetahui Etika dalam
Fungsi Pemasaran?
- Untuk Mengetahui Etika dalam
Pemasaran?
- Untuk Mengetahui Etika
Produksi?
- Untuk Mengetahui Pengertian
Produksi?
- Untuk Mengetahui Etika Islam
dalam Produksi?
- Untuk Mengetahui Nilai dan
Moral Produksi?
- Untuk Mengetahui Faktor
Produksi?
- Untuk Mengetahui Tujuan
Produksi?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Tujuan Etika Bisnis dalam Ekonomi
Islam
Dalam hal ini, etika
bisnis islam adalah merupakan hal yang penting dalam perjalanan sebuah
aktivitas bisnis profesional. Sebagaimana diungkapkan oleh Dr. Syahata, bahwa
etika bisnis Islam mempunyai fungsi substansial yang membekali para pelaku
bisnis, beberapa hal sebagai berikut :
1. Membangun kode etik islami yang mengatur,
mengembangkan dan menancapkan metode berbisnis dalam kerangka ajaran agama.
Kode etik ini juga menjadi simbol arahan agar melindungi pelaku bisnis dari
resiko.
2. Kode ini dapat menjadi dasar hukum dalam
menetapkan tanggungjawab para pelaku bisnis, terutama bagi diri mereka sendiri,
antara komunitas bisnis, masyarakat, dan diatas segalanya adalah tanggungjawab
di hadapan Allah SWT.
3. Kode etik ini dipersepsi sebagai dokumen hukum
yang dapat menyelesaikan persoalan yang muncul, daripada harus diserahkan
kepada pihak peradilan.
4. Kode etik dapat memberi kontribusi dalam
penyelesaian banyak persoalan yang terjadi antara sesama pelaku bisnis dan
masyarakat tempat mereka bekerja.
5. Sebuah hal yang dapat membangun persaudaraan
(ukhuwah) dan kerja sama antara mereka semua.
2.2 Tingkatan Aplikasi Etika Bisnis
dalam Ekonomi Islam
Adapun penerapan etika
bisnis dapat dilakukan pada tiga tingkatan, yaitu; individual, organisasi, dan
sistem. Pertama, pada tingkat individual, etika bisnis mempengaruhi
pengambilan keputusan seseorang atas tanggungjawab pribadinya dan kesadaran
sendiri, baik sebagai penguasa maupun manajer. Kedua, pada tingkat organisasi,
seseorang sudah terikat kepada kebijakan perusahaan dan persepsi
perusahaan tentang tanggungjawab sosialnya. Ketiga, pada tingkat sistem,
seseorang menjalankan kewajiban atau tindakan berdasarkan sistem etika
tertentu.
Realitasnya, para pelaku
bisnis sering tidak mengindahkan etika. Nilai moral yang selaras dengan etika
bisnis, misalnya toleransi, kesetiaan, kepercayaan, persamaan, emosi atau
religiusitas hanya dipegang oleh pelaku bisnis yang kurang berhasil dalam
berbisnis. Sementara para pelaku bisnis yang sukses memegang prinsip-prinsip
bisnis yang tidak bermoral, misalnya maksimalisasi laba, agresivitas,
individualitas, semangat persaingan, dan manajemen konflik.
2.3 Etika dalam Fungsi Pemasaran
Dalam setiap produk
harus dilakukan promosi untuk memberitahukan atau menawarkan produk atau jasa
agar mudah dan cepat dikenali oleh masyarakat dengan harapan kenaikan pada
tingkat pemasarannya. Promosi sangat diperlukan untuk dapat membuat barang yang
produksi menjadi diketahui oleh publik dalam berpromosi diperlukan etika-etika
yang mengatur bagaimana cara berpromosi yang baik dan benar serta tidak
melanggar peraturan yang berlaku, etika ini juga diperlukan agar dalam berpromosi
tidak ada pihak-pihak yang dirugikan oleh tekhnik promosi. Adapun fungsi-fungsi
pemasaran adalah sebagai berikut:
- Fungsi Pertukaran
Dengan adanya pemasaran,
pembeli dapat membeli produk dari produsen baik dengan menukar uang dengan
produk maupun pertukaran produk dengan produk (barter) untuk dipakai sendiri
atau untuk dijual kembali.
- Fungsi Distribusi Fisik
Distribusi fisik suatu
produk dilakukan dengan cara mengangkut serta menyimpan produk. Produk diangkut
dari produsen mendekati kebutuhan konsumen dengan banyak cara baik melalui air,
darat, udara, dan sebagainya. Penyimpanan produk mengendapapkan menjaga pasokan
produk agar tidak kekurangan saat dibutuhkan.
- Fungsi Perantara
Untuk menyampaikan
produk dari tangan produsen ketangan
konsumen dapat dilakukan melalui perantara pemasaran yang menghubungkan
aktivitas pertukaran dengan distribusi fisik. Aktivitas fungsi perantara antara
lain pengurangan resiko, pembiayaan, pencarian informasi, dan standarisasi/ penggolongan
produk.
Dalam menciptakan etika
bisnis, Dalimunthe (2004) menganjurkan untuk memperhatikan beberapa hal sebagai
berikut:
a. Pengendalian Diri Artinya,
pelaku-pelaku bisnis mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh
apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun.
b. Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Social
Responsibility) Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat,
bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan
lebih kompleks lagi.
c. Mempertahankan Jati Diri Mempertahankan
jati diri dan tidak mudah untuk terombang- ambing oleh pesatnya perkembangan
informasi dan teknologi adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis.
d. Menciptakan Persaingan yang SehatPersaingan
dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan
tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya harus terdapat jalinan yang
erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan
perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap
perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada
kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
e. Menerapkan Konsep “Pembangunan Berkelanjutan”
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang,
tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa datang.
f. Menghindari Sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong,
Koneksi, Kolusi dan Komisi) Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap
seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan
korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus
yang mencemarkan nama bangsa dan Negara. Mampu Menyatakan yang Benar itu Benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima
kredit (sebagai contoh)
karena persyaratan tidak bisa dipenuhi jangan menggunakan “katabelece” dari
“koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah. Juga jangan memaksa
diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada pihak yang
terkait.
g. Menumbuhkan Sikap Saling Percaya antar
Golongan Pengusaha Untuk menciptakan kondisi bisnis yang “kondusif” harus ada
sikap saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan
pengusaha lemah, sehingga pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha
lainnya yang sudah besar dan mapan.
h. Konsekuen dan Konsisten dengan Aturan
main Bersama Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat
terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika
tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara
ada “oknum”, baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk
melakukan “kecurangan” demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika
bisnis itu akan “gugur” satu semi satu.
i.
Memelihara
Kesepakatan Memelihara kesepakatan atau menumbuhkembangkan Kesadaran dan rasa
memiliki terhadap apa yang telah disepakati adalah salah satu usaha menciptakan
etika bisnis.
j.
Menuangkan
ke dalam Hukum Positif Perlunya sebagian etika bisnis dituangkan dalam suatu
hukum positif yang menjadi Peraturan Perundang-Undangan dimaksudkan untuk
menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti “proteksi”
terhadap pengusaha lemah.
2.4 Konsep Etika dalam Pemasaran
3 konsep etika dalam pemasaran menurut John R. Boatright adalah :
1. Fairness (Justice)
Fairness menjadi pusat
perhatian karena menjadi kebutuhan yang paling dasar
daritransaksi pasar.
Setiap pertukaran atau transaksi dianggap fair atau adil ketika satusama lain
memberikan keuntungan (mutually beneficial) dan memberikaninformasi yang memadai.
Namun, pemberian informasi dalam transaksi ini masih diragukan. Hal inidisebabkan
karena penjual tidak memiliki kewajiban untuk menyediakan semua. informasi yang
relevan kepada pembeli/pelanggan, dan pembeli memiliki suatukewajiban untuk diinformasikan
mengenai apa yang dibelinya.Pertanyaan mengenai siapa yang memiliki kewajiban
menyangkut informasi initerbagi menjadi 2 doktrin tradisional dalam pemasaran,
yaitu caveat emptor (biarkan pembeli berhati ± hati) dan caveat venditor
(biarkan penjual berhati ± hati).
2. FreedomFreedom Berarti memberikan
jangkauan pada pilihan konsumen. Freedom dapatdikatakan tidak ada apabila
pemasar melakukan praktik manipulasi, danmengambil keuntungan dari populasi
yang tidak berdaya seperti anak ± anak,orang ± orang miskin, dan kaum lansia.
3. Well-being Suatu pertimbangan untuk
mengevaluasi dampak social dari produk da juga periklanan, dan juga product
safety.
Ada tiga faktor yang
mempengaruhi manajer pemasaran untuk melakukan tindakan tidak etis
(Schermerhorn, 1999), yaitu:
1) Manajer sebagai pribadi.
Manajer secara pribadi
ingin Memaksimalkan keuntungan bagi dirinya sendiri, faktor lain yang mendorong
manajermelakukan perilaku tidak etis yaitu agama dan tingkat pendidikan.
2) Organisasi.
Adanya aturan tertulis serta
kebijakan resmi dari topmanajemen akan mempengaruhi tindakan etis para manajer,
sehinggakadangkala mereka mengabaikan prinsip-prinsip pribadi mereka untukkepentingan
organisasi.
3) Lingkungan
Salah satu bentuk
pemasaran yaitu melalui iklan. Iklan dikenal sebagai motor penggerak ekonomi
dalam dunia industri. Perusahaan membuat iklan dengan tujuan untuk meningkatkan
profit dan keeksisan di pasar, untuk merebut pengaruh dan perhatian konsumen.
2.5 Pengertian
Produksi
Dr. Muhammad Rawwas Qalahji memberikan padanan kata
“produksi” dalam bahasa Arab dengan kata al-intaj yang secara
harfiyah dimaknai dengan ijadu sil’atin (mewujudkan atau mengadakan
sesuatu) atau khidmatu mu’ayyanatin bi istikhdami muzayyajin min ‘anashir
alintaj dhamina itharu zamanin muhaddadin (pelayanan jasa yang jelas dengan
menuntut adanya bantuan pengabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam
waktu yang terbatas).
Produksi menurut Kahf mendefinisikan kegiatan produksi
dalam perspektif Islam sebagai usaha manusia untuk memperbaiki tidak hanya
kondisi fisik materialnya, tetapi juga moralitas, sebagai sarana untuk mencapai
tujuan hidup sebagaimana digariskan dalam agama Islam, yaitu kebahagiaan dunia
dan akhirat.
Dari dua pengertian di atas produksi dimaksudkan untuk
mewujudkan suatu barang dan jasa yang digunakan tidak hanya untuk kebutuhan
fisik tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan non fisik, dalam artian yang lain
produksi dimaksudkan untuk menciptakan mashlahah bukan hanya menciptakan
materi.
Produksi adalah menciptakan manfaat dan bukan
menciptakan materi. Maksudnya adalah bahwa manusia mengolah materi itu untuk
mencukupi berbagai kebutuhannya, sehingga materi itu mempunyai kemanfaatan. Apa
yang bisa dilakukan manusia dalam “memproduksi” tidak sampai pada merubah
substansi benda. Yang dapat dilakukan manusia berkisar pada misalnya
mengambilnya dari tempat yang asli dan mengeluarkan atau mengeksploitasi
(ekstraktif).
Memindahkannya dari tempat yang tidak membutuhkan ke
tempat yang membutuhkannya, atau menjaganya dengan cara menyimpan agar bisa
dimanfaatkan di masa yang akan datang atau mengolahnya dengan memasukkan
bahan-bahan tertentu, menutupi kebutuhan tertentu, atau mengubahnya dari satu
bentuk menjadi bentuk yang lainnya dengan melakukan sterilisasi, pemintalan,
pengukiran, atau penggilingan, dan sebagainya. Atau mencampurnya dengan cara
tertentu agar menjadi sesuatu yang baru.
Pada masa Rasulullah, orang-orang biasa memproduksi
barang, dan beliau pun mendiamkannya. Sehingga, diamnya beliau menunjukan
adanya pengakuan beliau terhadap aktivitas berproduksi mereka. Aspek produksi
yang berorientasi pada jangka panjang adalah sebuah paradigma berfikir yang
didasarkan pada ajaran Islam yang melihat, bahwa proses produksi dapat
menjangkau makna yang lebih luas, tidak hanya pencapaian aspek yang bersifat
materi keduniaan, tetapi sampai menembus batas cakrawala yang bersifat
keakhiratan.
2.6 Etika Produksi
Parameter kepuasan Islam bukan hanya terbatas pada aspek
material lahiriyah atau harta benda konkrit keduniawan tapi juga tergantung
pada sesuatu yang bersifat abstrak, jiwa dan spiritual, seperti iman, dan amal
shaleh yang dilakukan manusia. Atau dengan kata lain, bahwa kepuasan dapat
timbul dan dirasakan oleh seorang manusia muslim ketika harapan mendapat pahala
dari Allah SWT atau mendapat ridho Allah SWT.
Pandangan ini tersirat dari bahasan ekonomi yang
dilakukan oleh Hasan Al Banna. Beliau mengutip firman Allah SWT yang
mengatakan: “Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah SWT telah menundukkan
untuk (kepentingan) mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan
menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan bathin.” (QS. Lukman: 20).
Semua sumber daya yang terdapat di langit dan di bumi
disediakan Allah SWT untuk kebutuhan manusia, agar manusia dapat menikmatinya
secara sempurna, lahir dan batin, material dan spiritual. Apa yang diungkapkan
oleh Hasan Al Banna ini semakin menegaskan bahwa ruang lingkup keilmuan ekonomi
Islam lebih luas dibandingkan dengan ekonomi konvensional. Ekonomi Islam bukan
hanya berbicara tentang pemuasan materi yang bersifat fisik, tapi juga
berbicara cukup luas tentang pemuasan materi yang bersifat abstrak, pemuasan
yang lebih berkaitan dengan posisi manusia sebagai hamba Allah SWT.
Al-Qur’an juga telah memberikan tuntunan visi bisnis
yang jelas yaitu visi bisnis masa depan yang bukan semata-mata mencari
keuntungan sesaat tetapi “merugikan”, melainkan mencari keuntungan yang secara
hakikat baik dan berakibat baik pula bagi kesudahannya (pengaruhnya). Salah
satu aktifitas bisnis dalam hidup ini adalah adanya aktifitas produksi.
2.7 Etika dalam Fungsi Produksi
Di dalam proses produksi akan melibatkan berbagai
jenis sumber daya, sebagai masukan dalam proses produksi, di antaranya adalah
material, modal, informasi, energi, maupun tenaga kerja.
Fungsi
produksi dilakukan oleh perusahaan untuk menciptakan atau pengadaan atas barang
atau jasa menurut muslich. Secara filosofis, aktivitas produksi meliputi:
- Produk apa yang dibuat
- Berapa kuantitas produk yang dibuat
- Mengapa produk tersebut dibuat
- Di mana produk tersebut dibuat
- Kapan produk dibuat
- Siapa yang membuat
- Bagaimana memproduksinya
Secara
grafis hubungan etika dengan fungsi produksi dapat digambarkan sebagai berikut:
Akhlak
utama dalam produksi yang wajib diperhatikan kaum muslimin, baik secara
individual maupun secara bersama ialah bekerja pada bidang yang dihalalkan
Allah SWT, tidak melampaui apa yang diharamkan-Nya. Dengan demikian tujuan
produksi, menurut Qardhawi adalah:
a. Untuk memenuhi kebutuhan setiap individu
b. Mewujudkan kemandirian umat
Terkait
dengan tujuan pertama, ekonomi ( bisnis ) Islam sangat mendorong produktivitas
dan mengembangkannya baik kuantitas maupun kualitas. Islam melarang
menyia-nyiakan potensi material maupun potensi SDM. Di dalam bisnis Islam
kegiatan produksi menjadi sesuatu yang unik dan istimewa, sebab di dalamnya
terdapat itqan ( profesionalitas ) yang dicintai Allah SWT dan ihsan yang
diwajibkan Allah atas segala sesuatu. Tujuan produksi adalah mencapai dua hal
pokok pada tingkat pribadi muslim dan umat Islam. Pada tingkat pribadi muslim,
tujuannya adalah merealisasi pemenuhan kebutuhan baginya, sedangkan pada
tingkat umat Islam telah merealisasikan kemandirian umat. Tujuan lain adalah
merealisasikan kemandirian ekonomi umat.
2.8 Etika Islam dalam Produksi
Jika kita bicara tentang nilai dan ahlak dalam ekonomi
dan muamalah, maka tampak secara jelas di hadapan kita empat nilai utama,yaitu:
(1) rabbaniyah, (2) akhlak, (3) kemanusiaan, dan (4)
pertengahan. Nilai–nilai ini menggambarkan kekhasan yang utama bagi ekonomi Islam,
bahkan dalam kenyataanya merupakan kekhasan yang bersifat menyeluruh yang nampak
jelas pada segala sesuatu yang berlandaskan ajaran Islam. Makna dan nilai-nilai
pokok yang empat ini memiliki cabang, buah dan dampak bagi seluruh segi ekonomi
dan muamalah Islamiyahdi bidang harta berupa produksi, konsumsi,
sirkulasi,dan distribusi.
Raafik Isa Beekun dalam bukunya menyebutkan, paling
tidak ada sejumlah parameter kunci sistem etika Islam yang dapat dirangkum,
seperti:
(a) berbagai
tindakan ataupun keputusan disebut etis bergantung niat individu yang
melakukannya. Allah Maha Kuasa mengetahui apapun niat kita sepenuhnya secara
sempurna;
(b) niat baik diikuti tindakan yang baik dan dihitung
sebagai ibadah. Niat yang halal tidak dapat mengubah tindakan yang haram
menjadi halal
(c) Islam memberikan kebebasan kepada individu untuk
percaya dan bertindak berdasakan apapun keinginannya;
(d) percaya kepada Allah member individu kebebasan
sepenuhnya dari hal apapun kecuali Alah;
(e) keputusan yang menguntungkan kelompok mayoritas
ataupun minoritas secara langsung bersifat etis dalam dirinya;
(f) Islam mempergunakan pendekatan terbuka terhadap
etika, bukan sebagai sistem tertutup, dan berorientasi diri sendiri. Egoism
tidak mendapat tempat dalam ajaran Islam;
(g) keputusan
etis harus didasarkan pada pembacaan secara bersama antara al-qur’an dan alam
semesta;
(h) tidak seperti system etika yang diyakini banyak
agama lain, Islam mendorong umat manusia untuk melaksanakan tazkiyah melalui
partisipasi aktip dalam kehidupan ini. Dengan berprilaku secara etis di tengah
godaan ujian dunia, kaum muslim harus mampu membuktikan ketaatannya kepada
Allah.
2.9 Nilai dan Moral dalam Produksi
Sesungguhnya Islam memusatkan perhatiannya pada
pendistribusian harta, bukan pada produksi dan perkembangannya. Ekonomi Islam
menekannkan pada pembagian kekayaan secara adil dan tidak memiliki hubungan
sama sekali. Jika yang dimaksud dengan produksi adalah cara dan alat
serta metode, maka pernyataan ini bisa diterima. akan tetapi jika
berkaitan dengan tujuan, niai dan aturan berproduksi, maka tidak diragukan lagi
bahwa pemahaman ini adalah keliru. Karena itu masalah ini harus dijelaskan agar
difahami rambu-rambunya.
Nilai dan norma dalam berproduksi, sejak dari kegiatan
mengorganisasi faktor produksi, proses produksi hingga pemasaran dan
pelayanan kepada konsumen, semuanya harus mengikuti moralitas Islam. Metwally
(1992) mengatakan bahwa perbedaan dari perusahaan-perusahaan non Islami tak
hanya pada tujuannya, tetapi juga pada kebijakan-kebijakan ekonomi dan
stragtegi pasarnya. Produksi barang dan jasa yang dapat merusak moralitas dan
menjauhkan manusia dari nilai-nilai religious tidak akan diperbolehkan.
Terdapat lima jenis kebutuhan yang dipandang bermanfaat
untuk mendapat falah, yaitu:
a)
Kehidupan
b)
Harta;
c)
Kebenaran
d)
Ilmu pengetahuan
e)
Kelangsungan keturunan.
Selain itu, Islam juga mengajarkan adanya skala
prioritas (dharuriyah, hajjiyah, dan tahsiniyah) dalam
pemenuhan kebutuhan konsumsi serta melarang sikap berlebihan. Larangan ini juga
berlaku bagi segala mata rantai dalam produksinya. jika kita renungkan di dalam
Al-Quran, maka kita akan mendapatkan bahwa Allah menganjurkan kepada kita untuk
menggunakan sumber kekayaan alam. Yusuf Qardawi paling tidak membagi pembahasan
mengenai norma menjadi beberapa pembahasan yaitu:
1.
Hewan
2.
tumbuh-tumbuhan
3.
kekayaan laut
4.
kekayaan tambang
5.
matahari dan bulan.
Semua itu diciptakan untuk diambil manfaatnya oleh umat
manusia.
2.10
Faktor Produksi
Faktor-faktor produksi merupakan instrumen kegiatan produksi
yang disediakan alam atau diciptakan manusia untuk dipergunakan dalam
memproduksi barang dan jasa. Faktor produksi disebut masukan yang secara umum
terbagi dua yaitu faktor produksi yang tersedia secara asli dan faktor produksi
yang diciptakan manusia.
Ketersediaan faktor produksi tidak sama dalam setiap
wilayah. Hal ini menimbulkan kesenjangan ekonomi, dan kemiskinan yang akan
menghantui negara dengan sumber daya alam berlimpah, tetapi belum bermanfaat.
Pembahasan faktor produksi dalam Islam sangat variatif karena Al-Quran dan As-Sunnah
tidak menyajikannya secara eksplisit.
Dengan melihat perkembangan kegiatan produksi yang
semakin kompleks maka pembahasan ini mengkategorikan faktor produksi dalam
empat kriteria yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia, modal, dan
institusi. Maksud kategorisasi adalah ketersalinggantungan antar faktor
produksi. Misalnya wilayah dengan sumber daya alam potensial belum tentu mampu
mengelola kekayaannya jika tidak memiliki modal finansial. Juga kalau
keberadaan institusi tidak mampu mengelola dan mendistribusikan.
Sumber daya alam disediakan bagi umat manusia harus
mampu difungksikan secara maksimal agar berguna. Dalam kegiatan produksi Islam,
keberadaan faktor produksi di atas karena keagungan statusnya sebagai hamba
Allah dan khalifah-Nya di muka bumi. Sebagai salah satu faktor produksi, sumber
daya alam menyediakan instrumen bagi manusia untuk meningkatkan kapasitas
produksinya. Di samping itu, kekayaan alam memberikan pengajaran tentang
kebesaran Allah SWT dan kewajiban manusia untuk memanfaatkan dan
mengalokasikannya secara adil.
Suruhan moral dalam memperlakukan sumber daya alam
adalah memakmurkan sumber daya alam. Memakmurkan sumber daya alam merupakan
kewajiban manusia (QS. Hud: 61). Larangan untuk merusak sumber daya alam.
Larangan merusak sumber daya alam sebagai sumber kehidupan disebutkan Allah
dalam QS. Al-Qashash ayat 77.
Begitu juga dengan sumber daya manusia yang dituntut
untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuannya dalam pekerjaan.
Dengan demikian, pemilihan tenaga kerja yang handal dan profesional
menjadi kriteria utama. Fazlur Rahman menyebutkan klasifikasi ini,
yaitu: Berdasarkan keahlian dan ketrampilannya. Islam
menjunjung tinggi nilai kerja dan output maksimal, sehingga kaum muslimin
dituntut untuk belajar dan menekuni berbagai keahlian dan ketrampilan kesehatan
fisik dan moral. Kekuatan fisik dan kejujuran merupakan kriteria pekerja yang
handal dalam Islam. Akal pikiran yang baik. Akal pikiran yang baik (good
personality) dibutuhkan untuk menggagas, inovasi, menilai mekanisme, dan
hasil kerja dalam pekerjaan, pendidikan dan pelatihan. Meningkatkan kualitas
kerja secara kolektif dilakukan dengan serangkaian program pendidikan dan
pelatihan.
Suruhan moral dalam mendayagunakan potensi sumber daya manusia
dalam Islam adalah: Manusia menjadi faktor penting kegiatan produksi.
Keberadaannya selain sebagai produsen juga menjadi penikmat hasil produksi. Aktualisasi
kemampuan dan keahlian manusia dalam kegiatan produksi sangat penting karena
statusnya sebagai pengelola sumber daya ekonomi yang disebutkan Al-Quran
sebagai ‘abd dan khalifah fi al-ardh. Senantiasa memperbaharui dan
meningkatkan kemampuannya untuk beradaptasi dengan lingkungan sosial. Masyarakat
Islam berkerja sama meningkatkan kapasitas dan etos kerja manusinya dalam
rangka meningkatkan taraf kehidupan.
Modal berkaitan dengan alat produksi yang dibutuhkan
untuk membantu memproduksi barang dan jasa yang lain. Modal biasanya dibagi
menjadi modal tetap dan modal gerak. Islam melihat modal yang dimiliki
seseorang merupakan pendapatan individu atau masyarakat di luar pengeluarannya.
Jika modal dimiliki masyarakat maka berkaitan dengan harta benda yang bernilai
dan dimiliki secara kolektif. Adapun modal individu adalah harta yang dimiliki
seseorang dengan harapan memberikan penghasilan dan nilai tambah.
Ada beberapa mekanisme untuk mengakumulasi modal bagi
masyarakat Islam 1). Zakat, 2). Transaksi mudharabah, 3). Kemitraan musyarakah,
4). Transaksi ijarah, 5). Transaksi murabahah, 6). Transaksi istishna,
7). Qardhul hasan, 8). Transaksi muzara’ah, dan 10). Pasar modal
syari’ah.
Suruhan moral dalam mencari dan mendayagunakan modal
dalam Islam, sebagai berikut:
1.
Sebagai faktor produksi,
keberadaan modal harus halal dan baik dimana cara perolehan dan penggunaannya
mengikuti nilai-nilai syariat Islam.
2.
Islam mengenal distribusi modal
melalui jalur kerja sama antara masyarakat Islam baik dalam kegiatan bisnis,
pertanian, perdagangan, dan sebagainya.
3.
Modal finansial dapat
diakumulasikan melalui lembaga keuangan dan instrumen zakat dalam rangka
menggali potensial ekonomi masyarakat.
Sebagai faktor penting dalam produksi, institusi
berfungsi sebagai wadah kerja sama untuk menghasilkan barang kebutuhan,
memobilisir pertumbuhan ekonomi masyarakat dan peningkatan kualitas hidup
manusia. Pengembangannya tidak terlepas dari sistem managerial internal dan
output-nya dalam konteks sosial kemasyarakatan. Output institusi adalah
kebutuhan sosial yang sesuai dengan tujuannya berdasarkan kriteria etika dan
moral organisasi. Atas dasar itu, institusi dalam Islam memilliki ciri, sebagai
berikut:
1.
Kekuatan yang menggerakkannya
adalah kerja sama dimana investasi dan akumulasi modal berdasarkan persekutuan
usaha. Basis kegiatan produksi didasarkan pada ekuitas bukan pinjaman.
2.
Memperhatikan faktor manusia
sebagai human capital. Institusi dalam Islam merupakan manifestasi
keinginan bersma untuk mengaktualisasikan dirinya secara kolektif dengan tujuan
syari’ah.
3.
Menekankan integritas moral
dalam operasional institusi.
4.
Menekankan peningkatan kualitas
sumber daya manusia sejalan dengan maksimalisasi profit dan benefit.
5.
Suruhan moral memaksimalkan
potensi institusi dalam Islam, sebagai berikut:
a.
Suruhan bekerja sama dalam
manajemen yang rapi dan profesional serta dalam mekanisme kemitraan institusi
untuk saling meningkatkan kapasitas personalnya.
b.
Institusi dalam Islam memiliki
tanggung jawab pengabdian pada Tuhan dengan menggungkan status dan keluhuran
martabat manusia dalam mengimplementasikan visi, misi dan program institusi
tersebut.
c.
Institusi memiliki tanggung
jawab sosial terhadap masyarakat untuk memajukan dan mencerdaskan masyarakat
tersebut
2.11 Tujuan Produksi
Tujuan produksi dalam konsep ekonomi konvensional
(kapitalis) produksi dimaksudkan untuk memperoleh laba sebesar besarnya,
berbeda dengan tujuan produksi dalam ekonomi Islam, tujuan produksi dalam Islam
yaitu memberikan mashlahah yang maksimum bagi konsumen.
Di samping itu, menurut Islam tujuan produksi secara
umum adalah untuk mencapai fallah (kebahagiaan, kesejahteraan) hakiki
yaitu:
1.
Memenuhi kewajiban sebagai
khalifah di bumi, beribadah kepada Allah dan untuk menjalankan fungsi sosial.
2.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup
pribadi dan keluarga.
3.
Sarana untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat akan barang dan jasa secara umum.
4.
Sebagai persediaan untuk
generasi yang akan datang. Walaupun dalam ekonomi Islam tujuan utamannya adalah
memaksimalkan mashlahah, memperoleh laba tidaklah dilarang selama berada
dalam bingkai tujuan dan hukum Islam.
Dalam konsep mashlahah dirumuskan dengan
keuntungan ditambah dengan berkah. Keuntungan bagi seorang produsen biasannya
adalah laba (profit), yang diperoleh setelah dikurangi oleh faktor-faktor
produksi. Sedangkan berkah berwujud segala hal yang memberikan kebaikan dan
manfaat bagi produsen sendiri dan manusia secara keseluruhan. Keberkahan ini
dapat dicapai jika produsen menerapkan prinsip dan nilai Islam dalam kegiatan
produksinnya. Dalam upaya mencari berkah dalam jangka pendek akan menurunkan
keuntungan (karena adannya biaya berkah), tetapi dalam jangka panjang
kemungkinan justru akan meningkatkan keuntungan, kerena meningkatnya permintaan.
Berkah merupakan komponen penting dalam mashlahah.
Oleh karena itu, bagaimanapun dan seperti apapun
pengklasifikasiannya, berkah harus dimasukkan dalam input produksi, sebab
berkah mempunyai nyata dalam membentuk output. Berkah yang dimasukkan dalam
input produksi meliputi bahan baku yang dipergunakan untuk proses produksi
harus memiliki kebaikan dan manfaat baik dimasa sekarang maupun dimasa
mendatang. Penggunaan bahan baku yang ilegal (tanpa izin) baik itu dari hasil illegal
logging, maupun penggunaan bahan baku yang tanpa batas dalam penggunaannya
dalam jangka waktu pendek mungkin akan memiliki nilai manfaat yang baik (pendistribusian
baik), tetapi dalam jangka waktu panjang akan menimbulkan masalah. Sebagai
contoh penggunaan bahan baku dari illegal logging dalam jangka panjang
akan menimbulkan berbagai bencana, dan akan memberikan nilai mudharat kepada
para penerus atau generasi selanjutnya.
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
A.
Fungsi Pemasaran
a)
Fungsi Pertukaran
b)
Fungsi Distribusi Fisik
c)
Fungsi Perantara
B.
Produksi
Produksi adalah menciptakan manfaat dan bukan
menciptakan materi. Maksudnya adalah bahwa manusia mengolah materi itu untuk
mencukupi berbagai kebutuhannya, sehingga materi itu mempunyai kemanfaatan. Apa
yang bisa dilakukan manusia dalam “memproduksi” tidak sampai pada merubah
substansi benda. Yang dapat dilakukan manusia berkisar pada misalnya
mengambilnya dari tempat yang asli dan mengeluarkan atau mengeksploitasi
(ekstraktif).
Faktor-faktor produksi merupakan instrumen kegiatan
produksi yang disediakan alam atau diciptakan manusia untuk dipergunakan dalam
memproduksi barang dan jasa. Faktor produksi disebut masukan yang secara umum
terbagi dua yaitu faktor produksi yang tersedia secara asali dan faktor
produksi yang diciptakan manusia.
Dalam konsep ekonomi konvensional (kapitalis) produksi
dimaksudkan untuk memperoleh laba sebesar besarnya, berbeda dengan tujuan
produksi dalam ekonomi konvensional, tujuan produksi dalam Islam yaitu
memberikan Mashlahah yang maksimum bagi konsumen.
Walaupun dalam ekonomi Islam tujuan utamannya adalah
memaksimalkan mashlahah, memperoleh laba tidaklah dilarang selama berada dalam
bingkai tujuan dan hukum Islam. Dalam konsep mashlahah dirumuskan dengan
keuntungan ditambah dengan berkah
DAFTAR
PUSTAKA
Basyir, Ahmad. 2000. “Asas-asas Hukum Mu’amalat”.
Yogyakarta: UII Press.
Karim, Adiwarman. 2000. “Suatu kajian Ekonomi Makro”.
Jakarta: IIIT Indonesia.
Karim, M. Rusli. 1992. “Berbagai Aspek Ekonomi Islam”.
Yogyakarta: PT.Tiara Wacana.
How to gamble at a casino - JM Hub
ReplyDeleteMost 원주 출장안마 casinos offer 과천 출장안마 live dealer games for the player's 영천 출장마사지 You can get around 김천 출장마사지 the house and enjoy live 서울특별 출장샵 action like no other. The games feature a real casino